Rabu, 13 Januari 2010

Tren Built In Branding Di Program Televisi

The Master
The Master

Bagaimana membuat built-in branding—atau juga dikenal dengan product placement—yang efektif? Produk jangan diletakkan sekadar agar visible, jadilah bagian organik dari acara, dan pertahankan elemen surprise. Ini dia contohnya.

Final American Idol sesi terakhir antara Kris Allen dan Adam Lambert sudah lama berlalu. Demikian juga kritik pedas dari meja juri terutama Simon Cowell, yang setia menghujani telinga kontestan dan penonton dengan nada-nada sarkasme. Tapi ada lagi yang juga setia di meja juri: Coca-Cola yang sudah bergabung dengan acara yang disiarkan oleh stasiun TV Fox ini sejak 2002.

Menurut Billboard.biz, kerjasama antara Coca-Cola dan acara yang diproduksi oleh Fremantle Media ini bernilai US$ 10 juta dan terus diperbaharui setiap musim. Exposure-nya cukup memuaskan—Nielsen Product Placement Service menyebut Coca-Cola sebagai Top Show product placement 2008 dengan pemunculan sebanyak 2.000 kali selama musim itu. Logo coke yang terkenal ini terlihat pada banyak bagian acara yang dipandu Ryan Seacrest itu, terutama di meja juri.

Tapi model built in branding seperti ini tidak dilirik Derrick Surya, Brand Manager Top1 yang melakukan placement di acara The Master tayangan RCTI. “Kami menginginkan breakthrough, dan tidak sekadar meletakkan logo,” kata Derrick. Menurut Derrick, penempatan produk seperti itu, beserta running text dan lain-lain sudah sangat standard. “Saya minta agar Top1 bisa masuk ke dalam tayangan tapi secara smooth,” kata Derrick.

Lalu, bersama dengan pihak RCTI dan Deddy Corbuzier (DC), sang penggagas The Master, Derrick mengkonsep integrasi brand Top1 ke dalam pertunjukan. Ini tampak misalnya ketika sang mentalist berinisial DC itu memainkan games dengan kombinasi angka-angka tertentu yang jawabannya merujuk pada Top1. “Konsepnya adalah Top1 sebagai klimaks jawaban dari games, dan pemunculannya harus kuat,” kata Derrick.

Pada beberapa episode awal The Master, DC lah yang menjadi eksekutor built in branding Top1 ini. Lalu di episode selanjutnya, penonton mulai bisa menebak di setiap segmen DC, pasti akan ada Top1, kata Derrick. Berkelit dari keterdugaan, Derrick lalu mengganti gamer (pesulap)-nya. “Namun, penonton setia The Master pasti menduga akan ada built-in, hanya mereka tidak menduga bentuknya akan seperti apa,” tegas Derrick.

Acara ini setidaknya telah melahirkan dua kesuksesan. Pertama, RCTI telah menerabas trend sinetron dan reality show di channel lain melalui talent show dengan konsep yang belum pernah ada sebelumnya, dan kedua, eksekusi produk placement yang cermat. Rating acaranya juga cukup sukses, bahkan over ekspektasi. “Sebelum melahirkan acara ini, RCTI hanya berani pasang target rating 2-3, tapi kenyataannya bisa sampai 7 pada target market spesifik Top1,” kata Derrick. Tentu sambutan ini dijawab dengan diperpanjangnya episode acara yang bahkan tidak diprediksi booming ini—sampai muncul sebanyak empat sesi.

Yang menarik, ada trend kalau penonton memang menunggu segmen built in Top1 ini. “Setelah di-track rating by minute, terlihat saat Top1 muncul, rating-nya lebih tinggi dari rating average,” jelas Derrick. Hal ini, lanjut Derrick, menunjukkan adanya minat untuk mengetahui apalagi yang akan dilakukan Top1—ada rasa penasaran dan ditunggu-tunggu penonton. Oleh karena itulah, acara ini meraih awareness yang sangat tinggi, baik untuk show-nya maupun untuk Top1 sebagai sponsor utama. “Built in yang dilakukan Top1 menjadi rujukan bagi prinsipal lain, bahkan ada yang menyebut sebagai 'corporate magic'”, kata Derrick.

Meski demikian, awal keikutsertaan Top1 tak lebih dari sekadar gambling dengan result yang memuaskan dan trade off spot iklan. “Kami mengorbankan budget untuk spot iklan 50% untuk placement ini,” cerita Derrick. Tapi, hal ini dilakukannya memang merujuk pada brand guideliness Top1 untuk selalu menjadi pionir, termasuk dari segi komunikasi. “Kalau hanya pasang iklan biasa, berapa banyak opportunity yang lost ketika penonton ganti channel?” kata Derrick. Apalagi, lanjut Derrick, jeda iklan di The Master termasuk cukup panjang, bisa mencapai 7 menit. “Oli tidak cuma bisa dipromosikan di bengkel atau yang berkaitan dengan kegiatan otomotif.”

Menurut Derrick, The Master dijadikan Top1 sebagai sarana service kepada customer—customer di Jabodetabek diberi undangan khusus untuk menonton secara langsung di RCTI. “Selain awareness, acara ini telah melahirkan WOM dan respon yang luar biasa bahkan sampai ke Atambua,” tambah Derrick. Banyak dari mereka yang request untuk bisa menonton secara langsung—menjadi bagian dari placement Top1. “Ini artinya mereka telah memiliki sense of brand belonging yang tinggi,” simpul Derrick.

Memanfaatkan Momentum

William Yusak
William Yusak
Setelah “The Master”, wabah tayangan berbau sulap menginspirasi lahirnya acara serupa, Cinta (Juga) Kuya. Pada acara realitas tayangan SCTV ini, giliran Sozzis dan So Nice, brand produksi Japfa yang melakukan product placement. Menurut William Yusak, Product Manager Japfa, dipilihnya acara Cinta (Juga) Kuya untuk product placement, karena dua hal. “Pertama, karena acara magical seperti ini sedang booming, dan kedua karena kami juga menyasar target market anak-anak,” jelas Yusak.

Cinta (Juga) Kuya yang menampilkan magician anak-anak ini juga melibatkan produk daging olahan itu sebagai bagian yang organik dari cerita. “Misalnya Sozzis dimasukkan dalam kotak, abrakadabra, Sozzis hilang, kemudian muncul di antara penonton,” kata Yusak. Tujuannya, kata Yusak, adalah agar target market anak-anak semakin ingin mengkonsumsi So Nice dan Sozzis—memperkuat iklannya.

Meski demikian, berbeda dengan Top1 yang mengalokasikan budget hingga 50%--dari total belanja untuk placement di Teh Master, Japfa tetap mengalokasikan proporsi terbesar budget untuk komunikasi lewat iklan spot So Good. Soalnya, menurut Yusak, spot iklan TV akan lebih menancap di benak konsumen dibandingkan built-in, yang hanya sekelebat saja. “Tapi pada saat break, kita bisa pasang berapa kali spot tergantung budget kita,” kata Yusak.

Sebelum Cinta (Juga) Kuya, Japfa sejatinya juga pernah melakukan built in produk So Nice di acara Tawa Sutra yang ditayangkan di Anteve. “Sengaja dipilih acara itu karena pengisi acaranya juga adalah talent dari iklannya,” kata Yusak. Berbeda dengan Cinta (Juga) Kuya, pada Tawa Sutra, hanya So Nice yang menyusupi acara yang dibintangi Budi Anduk ini. “Kami memang berusaha menyesuaikan dengan target market dari acara itu,” kata Yusak. So Nice sendiri adalah produk dengan target kelas C-D.

Kerjasama dengan Cinta (Juga) Kuya, lanjut Yusak, akan berjalan sampai 13 episode. Sementara di Tawa Sutra So Good muncul tidak sampai 10 episode. Meski masih dominan dengan iklan spot, Yusak mengakui bahwa built in cukup efektif untuk memperkuat brand image. Seiring dengan kenaikan budget komunikasi, termasuk untuk produk placement, sales untuk produk So Good diklaim meningkat signifikan. “Kalau dihitung dari April naiknya sekitar 150%.”

Brand Cameo Belum Jadi Pilihan

Kalau cerita sebelumnya mengupas built in branding atau product placement di program televisi, kisah di bawah ini merupakan built in di film bioskop (movie) yang terkenal dengan istilah brand cameo. Nah, dalam hal ini, “Claudia/Jasmine” dan “Gara-gara Bola” adalah dua film Indonesia dimana merek Top1 pernah melakukan placement. Tapi seperti dikatakan Derrick Surya, built in di film nasional belum banyak dijadikan pilihan para prinsipal. “Animo terhadap film masih rata-rata, dan hanya film tertentu yang bisa boom, itupun kalau di-endorse dengan baik,” kata Derrick.

Tapi di Amerika, product placement bahkan disebut sebagai “the next level of marketing”, dan brand sudah sangat terbiasa built in dalam sebuah film. BrandChannel.com bahkan membuat award—Brandcameo Award, untuk brand yang melakukan placement di film, berdasarkan banyak sisi termasuk chemistry dengan film yang disusupinya tersebut. Award ini disusun berdasarkan riset dari BrandChannel sendiri dan survey terhadap pembaca.

Pada 2008 Brandcameo Product Placement Award, BrandChannel menganugerahi Ford gelar bergengsi yaitu “Brandcameo Award for Overall Product Placement”. Ford telah muncul di 30 dari 52 film box office Amerika sepanjang 1 Januari 2007 sampai 30 Juni 2008. Ini artinya Ford meningkatkan belanja iklan built-in mereka karena pada 2006 hanya muncul di 17 dari 41 film dan 18 dari 41 film pada 2007.

Sementara itu, film “Iron Man” dianugerahi “Brandcameo Award for Best Off-Screen Support”. Audi R8 memainkan peran yang 'mengesankan' untuk film ini. Menurut BrandChannel, Audi R8 telah melahirkan simulakrum—saat garis antara film dan realitas makin tipis, ketika bintang “Iron Man” Robert Downey Jr datang ke premier film dengan mobil yang sama dengan yang ada di film. Downey juga menunjukkan HP merek LG special edition yanhg dilapisi emas 18 karat, persis seperti di film. Tak cukup dengan itu, Downey dalam sebuah interview dengan sebuah media menyebutkan bahwa perjalanan ke Burger King—salah satu sponsor film ini, telah meyakinkannya untuk 'membereskan hidupnya' (Downey terkenal punya masalah narkoba).

Ada pula “The Scene Stealer Award” yang diberikan bagi brand yang mencuri perhatian dari bintang filmnya. Untuk award ini, Will Smith dalam “I Am Legend” harus kalah dari Ford Mustang. Menurut BrandChannel, yang dilakukan Ford Mustang di film ini adalah the blueprint for good product placement. Di sisi lain, Nokia justru dianggap missplacement pada film “Cloverfield” karena dianggap mengganggu saat menikmati sebuah adegan. Atas 'prestasi' ini Nokia dianugerahi “The Bomb Award”.

Film “Sex and The City” diberi tiga gelar sekaligus. Pertama sebagai “The Most Mouthwatering Award” untuk Louis Vuitton yang dianggap mampu merangsang konsumen untuk membeli produk segera sesudah menonton filmnya. Film ini juga dianggap memiliki chemistry dengan Manolo Blahnik sehingga diganjar “The Perfect Fit Award” sebagai built in yang paling sejiwa satu sama lain. Terakhir, “The Film Whore Award” diberikan pada “Sex and the City” karena dianggap sebagai film paling “sold out” untuk product placement. Penghargaan “The Odd Couple Award” juga diberikan bagi pasangan HP LG dan film “Iron Man” yang dianggap sebagai product placement yang paling tidak efektif. Award yang sama juga diberikan bagi TicTacs dan film Juno. (Iski)

Andini Wijendaru, PR Executive AGB Nielsen Media Research:

Hati-hati, Bisa Mengurangi Kenyamanan

Menurut pengamatan kami, trend product placement semakin lama semakin banyak dan beragam, tidak hanya pada program kuis, reality show, tetapi juga musik, infotainment, talkshow, dan lain-lain. Selain built in, saat ini juga banyak iklan non klasik lain seperti running text (iklan dalam bentuk teks berjalan di bagian bawah layar), super impose (iklan dalam bentuk teks atau grafis yang sewaktu-waktu muncul di pojok layar), squeeze frame (iklan yang muncul dengan memperkecil layar program), dan sebagainya. Hampir semua jenis program saat ini memiliki iklan non-klasik, termasuk program berita.

Mengenai pengukuran, sampai saat ini sifatnya masih adhoc, artinya kami belum melakukan pengukuran terhadap semua brand dan semua produk. Jadi pengukuran product placement dalam sebuah program hanya dilakukan bagi klien yang memesan.

Jika kita membandingkan kreativitas product placement di Indonesia dengan negara lain, misalnya Amerika, Indonesia lebih kreatif dengan munculnya beragam iklan non-klasik seperti template, running text, super impose, squeeze frame, dan sebagainya.

Di sisi lain, product placement yang termasuk non-klasik spot kemungkinan menarik perhatian yang lebih besar dari penonton dibandingkan dengan loose spot (iklan yang ditayangkan di slot iklan) karena iklan/produk tayang bersamaan dengan program yang sedang ditonton.

Namun demikian pengiklan harus berhati-hati agar tidak berlebihan dalam product placement karena bisa jadi justru mengurangi kenyamanan menonton pemirsa. Hal kedua yang juga perlu diperhatikan adalah, raihan angka rating yang besar pada product placement tidak bisa dibandingkan dengan raihan rating pada loose spot, karena pada product placement perhatian pemirsa sebagian besar pada content. Sementara pada saat loose spot tayang, perhatian pemirsa sepenuhnya pada iklan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar