Selasa, 12 Januari 2010

Gender Bending Brands: Trik Menjangkau Lebih Banyak Konsumen

Ketika penjualan suatu produk menghadapi masalah, tak ada salahnya Anda memikirkan apa jenis kelamin brand anda? Apakah ia laki-laki atau perempuan?

Awalnya, Creative Boutique Bombang (CBB) bermain-main dengan pertanyaan apakah itu seperti mahluk hidup? Maksudnya, dia memiliki jenis kelamin atau tidak? Nah, kalau jawabannya ya, termasuk jenis kelamin apakah produk Anda? Ketika diminta untuk memberi masukan tentang Quicksilver, CBB muncul dengan rekomendasi nyeleneh. Bengkokkan kesan Quicksilver yang sebelumnya “macho” menjadi sebuah sub-brand parfum yang sangat perempuan dengan ide peluncuran brand Roxy. Tak main-main, Roxy lantas menyumbang 35% revenue bagi Quicksilver.Image

Quiksilver merupakan produsen dan distributor pakaian dan asesoris untuk orang–kebanyakan lelaki--yang berjiwa muda dan bergaya casual. Produk-produk Quicksilver dijual di hampir seluruh negara, terutama di toko-toko surfing, skateboard dan toko-toko yang menyediakan barang-barang asli.

Matthew Paprocky, presiden agensi yang berbasis di New York itu mengatakan bahwa gagasan utama pendefinisian ulang “seksualitas brand” ini didapatkan dengan cara memahami produk tersebut. Yang dia lakukan pertama adalah mengkaji apa sesungguhnya orientasi (gender)nya, dengan melihat apa yang menjadi daya tarik alamiah produk tersebut dan aktifitas marketing yang berada di belakangnya. “Semua strategi yang dilakukan fokus pada orientasi yang berbeda, yang ketika dibengkokkan, hal ini akan menarik perhatian 'lawan jenis' dan meningkatkan potensi pasar dari produk itu,” kata Matthew.

Menurut Rupal Parekh dari www.adage.com, pada era dimana para konsumen mengurangi belanjanya, sudah saatnya kalangan marketer mempertimbangkan untuk membengkokkan jenis kelamin brandnya. “Marketer harus inovatif dalam meningkatkan share dengan menjangkau segmen konsumen yang belum dimanfaatkan,” tulis Rupal.

Image Rupal mengambil contoh ketika Bombang di-“sewa” oleh Quicksilver—brand yang seolah hanya untuk laki-laki, untuk merancang strategi meraih perhatian kaum wanita. Portfolio produk Quicksilver yang selama ini terdiri dari apparel, papan surf, kacamata, topi, dan lain-lain yang terkesan “cowok banget” kemudian diperkaya dengan line up untuk wanita seperti parfum, produk kecantikan bahkan perlengkapan kamar tidur. Hasilnya, produk-produk itu memberikan kontribusi 35% dari total revenue Quicksilver pada tahun 2008.

Tidak hanya itu, peritel pakaian dalam Wish Room mengeluarkan dana untuk lebih memahami kemungkinan bahwa pria diam-diam menginginkan bra untuk diri mereka sendiri. “It may sound like a joke, but Wish Room saw hundreds of “mansierres” fly out the door at $30 a pop in Japan,” tambah Rupal.

Bukan Ide Baru

Rupal menjelaskan bahwa hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Ia menceritakan ketika pada tahun 1960-an Phillip Morris meluncurkan rokok Virginia Slims, dengan kampanye “You've Come a Long Way, Baby”, dan Frito Lay yang baru-baru ini meluncurkan snack yang lebih ramah pada 'perempuan'.

Pakar marketing menyebutkan bahwa saat ini setiap strategi harus hati-hati dengan pesan mereka, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan pemetaan terhadap pengemasan dan merchandising sebagai bagian dari program pemasaran. Rupal lalu mencontohkan strategi gender bending yang dilakukan brand yang ingin lebih menyasar kaum laki-laki yang dilakukan Boombang untuk divisi Ace dari perusahaan Newell Rubbermaid—dimana Bombang merancang produk seperti pinset dan gunting kuku untuk laki-laki.

Menurut Valee Gallant, Marketing Communication Manager Ace Atlanta, pada umumnya laki-laki tidak mau pergi ke “area pink” di supermarket untuk mendapatkan pinset dan gunting kuku yang dibuat untuk perempuan. “Mereka ingin produk yang terlihat maskulin dan dibuat spesifik untuk kebutuhan penunjang penampilan pria, dan bukan hanya produk wanita tapi dalam kemasan berbeda,” kata Valee.


Berpikir di Luar Kotak

Boombang merancang alat yang lebih ergonomik untu pria, dan juga lebih kuat, untuk mengatasi masalah seperti kuku kaki yang tebal dan bulu yang tumbuh di tempat-tempat berbeda. Agensi ini juga lalu berusaha membuat serangkaian produk yang bisa tersedia tidak hanya di toko obat tapi toko seperti Home Depot.

Tidak hanya itu, Rupal mencatat bahwa Boombang juga mengubah kemasan tinfoil condom yang biasanya kotak dalam rangka meraih perhatian wanita. Kondom “Siren” didesain untuk bisa masuk dalam tube seperti lipstick.

Menurut pakar marketing, eksekusi adalah kuncinya. Untuk melestarikan ekuitas mereknya, merketer harus memastikan bahwa meski menggarap segmen baru dari demografik inti, tapi hal ini jangan sampai mengorbankan konsumen setia mereka.

“Ketika banyak perusahaan menggunakan strategi ini, mereka banyak memikirkan keuntungan jangka pendek, tapi menafikan degradasi yang mungkin akan terjadi pada term yang lebih panjang,” kata Jill Avery, asisten profesor dari Boston's Simons School of Management yang meneliti ekuitas merek dan isu gender.


Kuncinya adalah Awareness

Avery menegaskan bahwa marketer harus benar-benar paham akan bagaimana cara konsumen menggunakan brand mereka. “Beberapa brand tidak banyak digunakan sebagai identitas, tapu ada beberapa yang ditetapkan sebagai laki-laki atau perempuan, itulah mengapa gender bending menjadi sesuatu yang berbahaya,” tambah Avery.

Lebih jauh Avery yakin bahwa di masa ekonomi saat ini banyak pihak yang akan mengejar keuntungan jangka pendek. Sedangkan Paprocki merekomendasikan bahwa ketika mengenalkan brand baru, existing brand bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat kredibilitas, tapi harus memastikan sub-brand bisa berbicara pada market yang baru.

Lois Olson, pengajar di San Diego University memiliki dua pendapat mengenai hal ini. “Pertama adalah dengan sedikit mengubah nama brand, atau melakukan twist agar brand bisa berbeda,” kata Lois. Yang kedua, ia memberikan istilah 'sell on the sly”, dimana ketika produk sangat spesifik untuk market, cara terbaik yang bisa dilakukan adalah mempertahankan pesan, pada medium apapun. “Agar tidak overlap”, kata Lois.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar